URGENSI PENDIDIKAN DI KALANGAN MASYARAKAT MARGINAL

 URGENSI PENDIDIKAN DI KALANGAN MASYARAKAT MARGINAL
Himtas Aktif, Kreatif dan Amanah

FGD (forum grup diskusi)


Pembukaan acara di buka oleh MC yakni Devi Fitriasa dan acara ini di buka dengan mengucapkan "Bismillahirrahmanirrahim" bersama-sama. Kemudian selanjutnya di serahkan oleh moderator acara yakni Selvi Aliya putri Yang akan memandu acara mendampingi pemateri.


Webinar ini diselenggarakan oleh Devisi Mikat dan webinar ini adalah yang ke-2 yang telah diselenggarakan oleh Devisi minat dan bakat ini berjudul tentan "Urgensi pendidikan di kalangan masyarakat marginal", landasan kegiatan dalam acara ini adalah meningkatkan kualitas intelektual mahasiswa/i Tadris IPS melalui metode diskusi. Tujuan kegiatan yakni, mempererat ukhuwah islamiyah dan komunikasi antar pengurus internal Himtas, mengasah kemampuan berdiskusi, menciptakan kader yang kritis dalam merespon isu, mampu mengkaji isu regional maupun nasional.


Nah berbicara tentang masyarakat marginal, masyarakat ini merupakan masyarakat desa atau kota yang terpinggirkan yang tidak memiliki akses pada ketentuan kebijakan. jika mendengar masyarakat terpinggirkan ini, terlintas di pikiran kita bagaimanakah urgensi pendidikan pada masyarakat ini? Tanya moderator. Dan di lanjutkan oleh pemateri di sesi berikutnya.


Pemateri kali ini, yakni Naufal Irfan mahasiswa Tadris IPS yang merupakan anggota dari Devisi mikat itu sendiri. Pertama-tama ia membuka sesi materi dengan bertanya...

Apa itu masyarakat marginal?

Di ambil dari kata"margin" yg artinya pinggiran berarti masyarakat margin yaitu masyarakat pinggiran. Masyarakat marginal pra sejaterah atau masyarakat yang belum sejahtera, masyarakat marjinal terbagi menjadi 2 yaitu masyarakat marginal yang berada di pinggiran kota dan masyarakat marginal yang berada di pedesaan. Saat ini, menurut data BPS (badan pusat statistik) bahwa jumlah masyarakat miskin di Indonesia dalam periode 2019 yakni 24,79 jt orang. Umumnya masyarakat Indonesia tidak memiliki minat untuk belajar karena pengaruh pola-pikir, lingkungan internal dan eksternal atau karena dari lingkungan sekolah itu sendiri. Hal ini sangat mempengaruhi mindset si anak, karena mereka cenderung lebih memilih bekerja dari pada bersekolah. Pada umumnya mereka berfikir bahwa jika bekerja kita langsung mendapatkan uang sedangkan sekolah tidak, yah dari pada kita capek-capek sekolah lebih baik kita langsung bekerja saja.Pola pikir yang seperti ini adalah pola pikir yang salah yang dapat membahayakan banyak kelompok individu, karena mereka berfikir sekolah ga sekolah tetap saja akan mendapatkan pekerjaan.


  Saat ini yang paling di butuhkan adalah perubahan, kita sebagai kaum terpelajar (agen of change) sebaiknya sama-sama bediskusi untuk menyelesaikan masalah seperti ini untuk mendapatkan solusi guna mewujudkan bahwa pendidikan bukan hanya untuk masyarakat yang berada tetapi pendidikan untuk seluruh masyarakat Indonesia yang sebagai mana tercantum pada pasal 34 UU nomor 20 tahun 2003.

Sesi Selanjutnya yakni sesi terakhir, acara di serahkan kembali ke MC dan di tutup dengan pembacaan doa oleh Septiana. 


Ada kutipan yang di ambil dari pemateri, yaitu  "menjadi guru bukanlah titik utama kita melainkan menjadi guru adalah sebuah kewajiban kita setiap insan dan menjadi guru juga bukanlah tujuan utama kita, bukanlah orientasi kita karena mengajar kan dan mengamalkan itu adalah kewajiban kita sebagi umat muslim karena kita menuju ke sesuatu yang lebih baik atau menjadi manfaat bagi manusia yang lain. Mengajari, mengamalkan dan menjadi pribadi yang bermanfaat bukanlah suatu hal yang kita tunggu kelak ketika kita menjadi seorang guru tetapi hal ini yang kita akan lakukan mulai dari sekarang hingga nanti akhir hayat kita".



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Koordinasi Program Kerja HIMTAS Masa Amanah 2022/2023 dengan Prodi Tadris IPS IAI Tazkia

MENJADI PEMIMPIN YANG AKTIF KREATIF DAN AMANAH